Begitu penggalan kalimat yang menggambarkan sukses menurut Pak Bambang. Pria kelahiran Kulon Progo, 23 Juli 1961 ini mengawali karir menjadi dosen di Universitas Negeri Yogyakarta. Sejak tahun 1992 silam ia membulatkan tekad untuk meninggalkan cita-cita lama menjadi seorang polisi seperti yang diinginkan orangtuanya. Pemilik nama lengkap Bambang Saptono meyakini bahwa menjadi apapun tak masalah yang terpenting adalah dapat memberi makna bagi sesama. Tekad ini pula yang dipegang kuat-kuat hingga ia dipercaya menduduki jabatan tertinggi di UNY Kampus Wates.
Perawakan pria yang pernah menjadi Ketua Komisi III Senat FIP UNY ini ramah, sehingga ia mudah beradaptasi dengan sesama. Siapa sangka, sosok berkacamata ini mempunyai hobi unik yaitu berkesenian. “Sejak kecil saya tertarik dengan kesenian Jawa. Pernah juga belajar tari dan karawitan, malahan sempat bercita-cita menjadi seniman,” ujarnya.
Kesenian telah mengantarkan Bambang muda terbang ke Johor, Malaysia sebagai juara tari tingkat nasional mewakili IKIP Yogyakarta saat itu. Lulusan almamater tempatnya mengabdi saat ini dulunya menempuh pendidikan jurusan filsafat dan sosiologi pendidikan pada 1985 silam. Hobi berkesenian diasahnya dengan maksimal saat ia duduk di bangku kuliah. Bapak dua anak ini juga aktif berorganisasi di kampus, bahkan pernah menjabat sebagai Ketua UKM Seni Tari dan Karawitan. Tak hanya itu, organisasi lain pun ditaklukannya dengan menjadi sekretaris Senat Mahasiswa FIP dan Ketua HIMA.
Dari kesuksesannya saat ini, siapa yang menyangka kalau Bambang dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Sang ayah hanyalah lulusan Sekolah Rakyat (SR) yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) saat ini. Mengagumi sang ayah adalah salah satu bentuk pengabdiannya sebagai seorang anak.
Kata dia, meski ayahnya hanya lulusan SR namun bisa mencapai pangkat Mayor Polisi, bahkan menjadi anggota DPRD selama dua periode. Semangat, kerja keras, kejujuran, dan kedisiplinan yang tinggi dari sosok ayah menginspirasinya untuk terus memberi manfaat bagi orang lain.
Inspirasi itu pula yang ingin ia tularkan kepada anak-anaknya di Kampus Wates. Apalagi bagi para peserta PPG yang saat ini sedang menempuh pendidikan. Para sarjana yang tergabung dalam SM-3T disebutnya sebagai pengajar muda.
“Saya acungi jempol setinggi-tingginya bagi mahasiswa yang ikut SM-3T. Dialah pejuang pendidikan yang rela mengorbankan jiwa, raga, dan keluarga demi mencerdakan anak-anak bangsa. Semangat inilah yang harus dikobarkan didada anak muda,” kata dia.
Pengalaman panjang membuatnya tahu betul bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Kepada Pioneer, Pak Bambang memberikan wejangan bagaimana mengelola suatu masalah, mengingat hidup bersosial tak akan lepas dari perbedaan cara pandang. Kata dia, tidak ada yang sempurna dalam kehidupan di dunia. Kekurangan dan kesalahan yang telah diperbuat tak lantas menjadikan kita frustasi dan tidak mau belajar. Mengakui kesalahan dan memperbaiki diri adalah kunci mencapai sukses. (Endang, Willy)
No comments:
Post a Comment