Kemerdekaan bukan hanya dimaknai
dengan lepasnya bangsa Indonesia dari keterjajahan bangsa asing. Tetapi, lebih
dari itu, kemerdekaan bangsa berarti kemerdekaan pula bagi seluruh rakyatnya yakni
terbebas dari segala bentuk eksploitasi, kebodohan, dan ketidakadilan.
Ki
Hadjar Dewantara, bapak pendidikan mendefinisikan format manusia
merdeka adalah
mereka yang hidupnya tidak tergantung pada orang lain, akan
tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Jadi, ketika rakyat Indonesia
belum dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia merdeka, maka bangsa
Indonesia belum bisa dikatakan merdeka.
Sejarah membuktikan bahwa pendidikan
memberikan kontribusi yang besar dalam lahirnya kemerdekaan.
Melalui pendidikan, tokoh seperti R.A Kartini, R. Dewi Sartika, Ki Hajar
Dewantara menanamkan jiwa dan semangat nasionalisme kepada generasi muda. Pada
masa perang kemerdekaan dan revolusi mereka tidak
hanya sekadar berorganisasi atau menjadi aktivis, tetapi juga memiliki
strategi untuk membangun kekuatan bersenjata. Para tokoh itu membangun visi dan
misi pendidikan untuk meraih kemerdekaan dan kebebasan.
Berbeda dengan sekarang, model pendidikan untuk menumbuhkan jiwa kebangsaan dan perasaan
merdeka seakan dicabut dari akar tonggaknya. Pendidikan yang mestinya dimaknai
secara luas, ternyata hanya dipahami sebagai proses formal, sekadar
proses alih pengetahuan. Bahkan, pendidikan tidak mampu lagi menjadi sarana
liberasi, yakni sebagai sebuah proses kerja kreatif dan responsif untuk
memerdekaan dan memberdayakan pelajar. Wajar jika spirit kemerdekaan,
kebebasan, dan pencerahan sulit ditemukan dalam sistem dan praktik pendidikan
saat ini. Tidak ada ruang dan waktu untuk terjadinya
liberasi yang mendorong sikap mental para pelajar untuk menjadi manusia
merdeka.
Belum lagi, biaya pendidikan yang
kian mahal dan hampir tak terjangkau oleh rakyat
miskin. Pada jenjang pendidikan tinggi misalnya, sejumlah perguruan tinggi
negeri berubah menjadi badan hukum milik negara.
Perubahan ini mendorong lembaga-lembaga pendidikan, yang seharusnya melahirkan
manusia-manusia terpelajar, justru terbelenggu dengan upaya mencari uang
sekaligus menjauhkan diri dari sosial masyarakat. Maka, impian untuk
mendapatkan pendidikan murah, baik, dan berkualitas belum dapat terwujud.
Bangsa ini seharusnya membentuk spirit kemerdekaan untuk merancang pendidikan berjiwa merdeka.
Spirit kemerdekaan dalam pendidikan bisa diwujudkan dalam dua hal. Pertama,
dalam sistem pendidikan yang diwujudkan dengan menanamkan nilai-nilai
kemanusiaan, kemerdekaan, dan egalitarianisme. Kedua, dalam praktik pendidikan
dengan mengimplementasikan spirit kemerdekaan dalam proses pembelajaran,
interaksi antara siswa dengan guru, sesama guru, dan antar siswa.
Misalnya melalui pengajaran yang kontekstual, dialog, presentasi, pelajaran
yang interaktif, partisipatoris, penilaian yang transparan, dll.
Pendidikan juga perlu menanamkan sikap kritis
pada anak didik sehingga terlahir manusia-manusia kritis yang mampu melihat
aneka tantangan pada eranya, berani membicarakan masalah lingkungan dan ikut
mencarikan solusi. Spirit
kemerdekaan dan pendidikan kritis akan menumbuhkan curiousity intelektual, kematangan emosional, dan kejernihan
spiritual anak didik. Mereka akan mampu melakukan transformasi diri menjadi
orang-orang merdeka, lantaran institusi pendidikan dan lingkungan mampu memberikan
iklim yang kondusif. (*)
oleh Amin Fitriyah